Pekan kemarin, saat briefing senin (seperti biasa, di awal pekan biasa melakukan briefing sekaligus meeting tim manajemen untuk evaluasi dan menyusun agenda kerja dalam sepekan). Saya baru nyadar kalau LPP Quantum sudah berusia 20 tahun. Rasanya seperti baru kemarin. Lalu saya merenung, sambil berpikir, apa yang sudah dilakukan selama 20 tahun ini? Ternyata sudah cukup lama juga ya, berbeda dengan startup yang baru berdiri tapi sudah memiliki kiprah luar biasa, bahkan tingkat nasional, dan memberikan dampak signifikan bagi masyarakat.

Quantum sendiri saya maknai sebagai lompatan dan energi masa depan. Namun, perannya kok terasa masih standar saja. Mungkin karena saya adalah warisan transisi menuju generasi milenial, jadi berpikir tentang pencapaian sesuatu terasa sangat reguler. Ini sedikit berbeda dengan milenial akhir, terlebih lagi Gen Z yang tidak hanya melompat tetapi juga bisa zigzag. Ini hanya sekadar refleksi, karena saya mungkin sudah tidak muda lagi, saat transisi menuju usia tua membuat saya berpikir lebih ‘bijak-bijakan’. Wah, jadi curhat nih! Ya, karena saya benar-benar nyadar kalau LPP Quantum sudah 20 tahun sejak diluncurkan pada 10 Februari 2005.
Di hari ini, tepat 20 tahun LPP Quantum, saya sengaja menulis tentang perjalanan LPP Quantum. Mohon maaf jika terasa agak panjang, mohon sedikit bersabar membacanya. Ini sekadar berbagi dan bisa menjadi dokumen yang diketahui oleh masyarakat atau siapapun yang membacanya. Semoga bisa manfaat. sederhananya, saya ingin berbagi cerita perjalanan LPP Quantum, untuk mengenang sekaligus memproyeksikan masa depan. Karena konon ceritanya, jika ingin memproyeksikan masa depan, jangan lupa belajar dari masa lalu. Sejarah sesungguhnya bukan berarti kita berpikir ke belakang, melainkan sebagai lompatan untuk memproyeksikan masa depan.
Saya mulai dari ide, mengapa saya terobsesi mendirikan LPP Quantum?. Saat proses akhir kuliah di UIN Yogyakarta tahun 2003, saya berkesempatan mengikuti pelatihan wirausaha muda. Saya lupa penyelenggaranya, tetapi jika tidak salah, itu adalah Kementerian Agama RI. Salah satu narasumbernya adalah Bapak Purdi Chandra, pendiri Primagama, yang juga merupakan pelatih entrepreneur dan banyak menginspirasi anak muda untuk menjadi pengusaha. Sayang, saat itu beliau tidak bisa hadir dan diwakilkan kepada timnya. Saya lupa siapa yang membawakannya, namun beliau bercerita tentang kiprah Pak Purdi Chandra dengan Primagama, dan terakhir beliau membacakan puisi karya Purdi Chandra berjudul “Pengusaha”. Tidak perlu saya sampaikan puisinya di sini, silakan teman-teman mencari sendiri / browsing google. Bagi saya, yang menarik dari puisi itu adalah, “Berani Duit Orang Lain, Berani Tenaga Orang Lain, dan Berani Ide Orang Lain, itulah pengusaha.” Seketika itu saya terinspirasi, boleh juga nih kalau bisa jadi pengusaha, karena waktu itu sudah mau lulus kuliah belum punya gambaran apa yang saya lakukan habis lulus kuliah.
Setelah mengikuti pelatihan itu, saya mulai belajar tentang dunia usaha dan berbisnis. Sejak saat itu, buku dan tema bacaan saya bergeser dari biasa membaca buku tentang sosial, politik, dan keagamaan menjadi usaha dan bisnis, termasuk koran dan tabloid bisnis, menjadi sajian saya setiap hari. Singkat cerita, saya menemukan ide bisnis untuk mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan serta Bisnis Properti. Setelah saya wisuda pada Agustus 2004, saya kembali ke Sampit dan langsung ke notaris untuk membuat dua akta, yaitu pendirian yayasan dan perusahaan dalam bentuk CV. Yayasan yang kemudian menjadi LPP Quantum hingga saat ini, dan CV yang sampai hari ini masih ada aktanya di lemari tetapi belum berjalan.
Saya harus realistis saat itu; tidak mungkin menjalankan keduanya. Yang paling bisa dijalankan adalah LPP Quantum, yang relatif mudah karena sedikit pengalaman saat mengikuti organisasi waktu kuliah dan saya memang memiliki ketertarikan dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu, peluangnya terbuka, terutama setelah kerusuhan Sampit, dan modal yang diperlukan juga tidak terlalu besar. Berbekal inspirasi dari Pak Purdi Chandra dengan Primagama, saya melibatkan orang lain untuk mau berinvestasi, karena saya tidak memiliki modal sendiri. Meminjam kalimat Pak Purdi, “Tidak punya duit, bisa pakai duit orang lain.” Melalui proposal usaha yang saya buat, saya tawarkan kepada orang-orang baik yang saya anggap peduli dengan pendidikan. Alhasil, ada yang ragu, mungkin karena tidak kenal waktu itu. Terakhir, ada dua orang yang mau ikut menyertakan modalnya, mungkin juga karena kasihan melihat saya saat itu. Maklum, sebagai anak yatim piatu, tanpa warisan, dan mulai menapaki hidup, mungkin tampak memiliki semangat yang tinggi. Akhirnya, mereka membantu dengan menyertakan modal. Termasuk tempat, karena saya tidak memiliki modal untuk sewa, saya mencoba bernegosiasi agar tempat tersebut dapat dijadikan penyertaan modal, dan dibayar tiga tahun kemudian. Alhamdulillah, pemilik tempat bersedia. Itu pun saya tidak sengaja bertemu beliau di kapal perjalanan Sampit-Surabaya. Saya sampaikan bahwa saya memiliki niat untuk mengembangkan lembaga pendidikan, dan beliau menyambut baik, menawarkan tempatnya, dan memberikan kartu nama. Baru enam bulan kemudian saya bertemu beliau lagi, dan beliaupun sebenarnya sudah lupa.
Di sinilah kiprah LPP Quantum dimulai. LPP Quantum secara resmi diluncurkan pada 10 Februari 2005 di Gedung Serbaguna. Agar ramai, saya kemas dalam bentuk bedah buku, mengundang Ibu Nila Riwut. Beliau adalah putri almarhum Tjilik Riwut, yang saya kenal saat kuliah di Jogja karena akrab dengan para mahasiswa asal Kalteng dan banyak memberikan dukungan serta nasihat. Buku yang dibedah saat itu adalah “Maneser Panatau Tahuhiang”, yang merupakan karya almarhum Tjilik Riwut yang disunting ulang oleh Ibu Nila Riwut.
Tantangan di awal-awal berdirinya, saya banyak melakukannya sendiri, mulai dari menerima tamu hingga menyapu, serta fasilitas yang dimiliki sangat terbatas. Program yang ditawarkan awal pun sangat terbatas, hanya berupa program Short Course dengan keterampilan Komputer Office, Desain Grafis, dan Teknisi Komputer. Yang disyukuri adalah tidak pernah kekurangan peserta, meskipun terbatas. Hingga tahun 2007, LPP Quantum mengembangkan pelayanan menjadi program Profesi 1 Tahun, dan bersyukur mendapat animo yang cukup baik di masyarakat.
Tahun 2014, LPP Quantum dapat memiliki kampus mandiri di Jl. Pramuka. Ini menjadi momen penting menjelang 10 tahun LPP Quantum, walaupun hingga 2016 masih tetap melayani di kampus awal di Jl. S. Parman karena pertimbangan akses yang dekat, dan di Jl. Pramuka waktu itu masih relatif sepi.
Di fase awal, LPP Quantum adalah fase sulit; minim modal dan fasilitas yang sangat terbatas menjadi tantangan tersendiri untuk tetap bisa bertahan, terutama di tiga tahun awal. Pengalaman yang berkesan adalah ketika pengadaan kursi chitos supaya terlihat keren dan simpel dibandingkan kursi kayu. Waktu itu, saya mengambil sekitar 15 unit, dengan pembayaran 1,5 tahun ke depan. Namun saat jatuh tempo, dananya belum ada, pemilik tidak mau tahu, kursi-kursi itu ditarik kembali, meskipun sudah kita sampaikan sebelumnya untuk penundaan. Yang tidak enaknya, kursi diambil saat sore ada peserta yang sedang belajar. Waktu itu, saya hanya berpikir, suatu saat kamu mungkin perlu saya, dan kondisinya saya sudah berubah. Ya, minimal kalimat ini bisa menghibur dan membuat saya semangat kembali.
Selain mengelola LPP Quantum, di tahun-tahun awal saya juga sangat semangat berwirausaha dengan membuka peluang usaha lain. Mulai dari membuka toko komputer kecil-kecilan, ternak ayam, hingga advertising. Bahkan pada tahun 2007, saya juga terpilih sebagai Komisioner KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Provinsi Kalimantan Tengah. Saya merasa terlalu banyak yang diurus. Keuangan tidak karu-karuan, tutup sana tutup sini, termasuk mondar-mandir Palangka Raya sebagai Komisioner KPID. Akhirnya tahun 2010, saya tutup seluruh unit usaha dan mengundurkan diri sebagai Komisioner KPID Kalteng, dan fokus mengurus LPP Quantum.
Sesuai dengan nasihat Pak Dahlan Iskan, yang waktu itu sempat datang ke Sampit dalam sebuah acara diskusi buku beliau “Ganti Hati”, yang berisi pengalaman perjuangan beliau melawan kanker hati dan proses transplantasi hati di China. Nasihat Pak Dahlan, jika ingin sukses berbisnis, syaratnya ada tiga: pertama, harus fokus; kedua, fokus; dan ketiga, fokus. Beliau mengasosiasikan bisnis itu seperti tingkatan keimanan seseorang, sebagaimana kata Imam Ghazali. Yang pertama adalah tingkatan Syariat, artinya level keimanan dengan menjalani ritual ibadah sesuai syariat; yang kedua adalah level Hakikat, artinya tidak hanya sebagai ritual rutin, tetapi seorang yang sudah mencapai hakikat dapat memaknai secara mendasar atas ritual yang dilakukannya; dan yang ketiga adalah level Ma’rifat, di mana kehadiran Tuhan dalam dirinya bisa dirasakan sebagai pengalaman spiritual.
Nah, kata Pak Dahlan, jika kita baru memulai usaha dan tidak fokus, itu sama dengan bangkrut, karena syariatnya tidak dilakukan. Orang yang ekspansi dan berani membuka bisnis baru jika levelnya sudah makrifat, artinya dia tahu bisnis apa yang bisa menguntungkan. Nasihat beliau ini masuk akal bagi saya. Dan mulai saat itu, saya insaf dan fokus mengurus LPP Quantum saja. Beberapa unit bisnis saya tutup dan saya juga mengundurkan diri sebagai anggota KPID Kalteng. Saat itu, saya belajar manajemen bisnis, mulai menyusun rencana strategi layaknya sebuah bisnis. Alhamdulillah, peningkatannya bisa dirasakan, termasuk pada tahun 2012 kita dapat berinvestasi dalam pembangunan kampus mandiri yang ditempati saat ini. Selain itu, pada tahun 2013, LPP Quantum mendapat penghargaan di tingkat nasional sebagai lembaga berprestasi.
Di fase akhir ini, tantangan justru semakin dahsyat, gelombang disrupsi akibat revolusi industri 4.0 dan digitalisasi. LPP Quantum harus terus bertransformasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar kerja. Tren puncak minat masyarakat terhadap LPP Quantum terlihat pada 2014, namun hingga tahun 2018 terlihat penurunan secara pelan tapi pasti. Saat itu juga banyak industri yang terdampak teknologi, dan kemudian menjadi pilihan industri dan bisnis harus bertransformasi terhadap digitalisasi. LPP Quantum menyadari hal ini, perlu perubahan strategi yang adaptif terhadap perkembangan digital. Tahun 2018, kami mulai mempelajari dan menerapkan strategi digitalisasi sebagai bagian dari LPP Quantum, terutama dalam hal komunikasi kepada masyarakat serta praktik pembelajaran.
Saat terjadi pandemi Covid-19 di penghujung tahun 2019, muncul kekhawatiran luar biasa terhadap tingkat penerimaan peserta karena kebijakan lockdown yang akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Namun di luar ekspektasi manajemen, justru terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap penerimaan peserta LPP Quantum, karena dengan kebijakan pembatasan dan lockdown, aktivitas tidak bisa dilakukan secara langsung, sehingga teknologi menjadi solusi untuk interaksi masyarakat. Di saat inilah transformasi teknologi menjadi penting.
Secara konseptual, kebijakan politik nasional akan berdampak terhadap kebijakan bisnis atau skala usaha di semua sektor, termasuk pendidikan dan pelatihan. Ketika permasalahan ketenagakerjaan menjadi isu strategis di tingkat nasional, terutama terkait dengan kompetensi dan kebutuhan industri akibat hilirisasi, maka diperlukan tenaga kerja yang kompeten. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah terkait dengan krisis ketenagakerjaan, sehingga perlu kebijakan yang melibatkan semua komponen dalam menghadirkan tenaga kerja kompeten sesuai dengan kualifikasi dan kebutuhan industri.
Dalam konteks inilah, salah satu yang dikuatkan LPP Quantum adalah mengembangkan Program Vokasi 1 Tahun, yang mengemas secara inovatif paket program terpadu siap kerja. Program ini mengintegrasikan Pelatihan Kerja, Sertifikasi Kompetensi, Pengalaman Kerja (melalui Kompetensi Kerja Praktek), dan Penempatan Kerja. Ini adalah salah satu usaha revitalisasi atas arah kebijakan pemerintah terhadap pelatihan vokasi.
Sebagai salah satu usaha LPP Quantum untuk tetap relevan dengan masyarakat, kami mengusulkan pendirian Politeknik Bisnis LPP Quantum, yang saat ini telah dalam proses akhir izin operasional. Saya berharap tahun 2025 ini dapat menjadi kado terindah bagi 20 Tahun LPP Quantum. Izin operasional Politeknik Bisnis LPP Quantum keluar dan dapat beroperasi pada tahun 2025 ini juga. Mohon doa dari seluruh masyarakat Kalimantan Tengah, khususnya Kotawaringin Timur.
Visi LPP Quantum adalah “Menjadi Lembaga Pelatihan Vokasi yang Unggul dan Berwawasan Global”. Secara sederhana, untuk mencapai visi tersebut, segenap civitas LPP Quantum harus mendorong keunggulan dalam pelayanan serta unggul dalam program dan kompetensi. Berwawasan global memberikan makna bahwa LPP Quantum harus adaptif terhadap tantangan global. Salah satu isu global saat ini adalah perubahan iklim; sebagai salah satu solusi adalah Green Skills untuk melahirkan tenaga kerja hijau dalam rangka pemenuhan kebutuhan industri hijau. Selain itu, teknologi, terutama dengan pesatnya AI dan IoT, menjadi tantangan serius di depan mata yang harus segera disikapi. Salah satu opsi yang dilakukan oleh LPP Quantum adalah merancang kurikulum berbasis AI untuk kebutuhan kerja dan pengembangan karir.
LPP Quantum hadir untuk melayani dan menjadi solusi bagi masyarakat dalam memenuhi kompetensi dan pengembangan karir. Di hari jadi yang ke-20 ini, ijinkan saya mewakili tim manajemen mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak: pemerintah daerah, mitra industri, alumni, tim manajemen, instruktur, dan pihak-pihak yang telah bersama LPP Quantum selama ini. Semoga ke depan LPP Quantum lebih kontributif lagi dalam menyediakan sumber daya manusia yang kompeten bagi kemajuan masa depan Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah.
Sampit, 10 Februari 2025
Eddy Sabarudin, M.Si
Direktur / Founder LPP Quantum